Pinjam Meminjam
A. Pengertian Pinjam
Meminjam
Pinjam meminjam dalam istilah fikih disebut ‘ariyah. ‘Ariyah berasal dari
bahasa Arab yang artinya pinjaman. Pinjam-meminjam menurut istilah ‘Syara”
ialah Aqad berupa pemberian manfaat suatu benda halal dari seseorang kepada
orang lain tanpa ada imbalan dengan tidak mengurangi atau merusak benda itu dan
dikembalikan setelah diambil manfaatnya secara utuh, tepat pada waktunya.
Semua
benda yang bisa diambil manfaatnya dapat dipinjam atau dipinjamkan. Peminjam
harus menjaga barang tersebut agar tidak rusak, atau hilang. Peminjam hanya
boleh mengambil manfaat dari barang yang dipinjam. Sebagai bentuk tolong
menolong, pinjam meminjam merupakan bentuk pertolongan kepada orang yang sangat
membutuhkan suatu barang
Pinjam
meminjam dalam kehidupan sehari-hari dapat menjalin tali silaturrahim,
menumbuhkan rasa saling membutuhkan, saling menghormati, dan saling mengasihi. Oleh
karena itu, pinjam meminjam harus dilandasi dengan semangat dan nilai-nilai
ajaran Islam.
Allah
Swt. memberikan tuntunan, agar pinjam meminjam dicatat dengan teliti mengenai
syaratnya, waktu pengembaliannya, cicilannya, jaminannya, dan bagaimana penyelesaiannya
jika terjadi permasalahan. Hal ini semata-mata untuk memberikan kenyamanan dan
keamanan kepada pemilik barang dan peminjam. Namun kenyataannya kita terkadang
mengabaikan hal tersebut karena alasan sudah saling kenal dengan peminjam,
masih saudara, tetangga dekat, atau nilai barang tidak seberapa. Padahal
pencatatan itu sebenarnya untuk menghindari terjadinya masalah di kemudian hari
B. Hukum Pinjam
Meminjam
Pinjam-meminjam hukumnya bisa berubah tergantung pada kondisi yang
menyertainya. Hukum pinjam meminjam dalam syariat Islam dibagi menjadi 5 (lima)
bagian, yaitu:
a.
Mubah, artinya boleh, ini
merupakan hukum asal dari pinjam meminjam.
b.
Sunnah, artinya pinjam meminjam yang dilakukan
merupakan suatu kebutuhan akan hajatnya, lantaran dirinya tidak punya, misalnya
meminjam sepeda untuk mengantarkan tamu, meminjam untuk keperluan sekolah
anaknya dan sebagainya.
c.
Wajib, artinya pinjam
meminjam yang merupakan kebutuhan yang sangat mendesak dan kalau tidak meminjam
akan menemukan suatu kerugian misalnya: ada seseorang yang tidak punya kain
lantaran hilang atau kecurian semuanya, maka apabila tidak pinjam kain pada
orang lain akan telanjang, hal ini wajib pinjam dan yang punya kain juga wajib
meminjami.
d.
Makruh, artinya jika pinjam
meminjam berdampak pada hal yang makruh. Seperti meminjamkan hamba sahaya untuk
bekerja kepada seorang kafir
e.
Haram, artinya pinjam
meminjam yang dipergunakan untuk kemaksiatan atau untuk berbuat jahat, misalnya
seseorang meminjam pisau untuk membunuh, hal ini dilarang oleh agama. Contoh
lain, pinjam tempat (rumah) untuk berbuat maksiat.
C. Rukun dan Syarat Pinjam
Meminjam Rukun
meminjam berarti bagian pokok dari pinjam meminjam itu sendiri. Apabila ada
bagian dari rukun itu tidak ada, maka dianggap batal. Demikian juga syarat
berarti hal-hal yang harus dipenuhi. Rukun pinjam meminjam ada empat macam
dengan syaratnya masing-masing sebagai berikut:
a.
Adanya Mu’iir yaitu, orang yang
meminjami.
Syaratnya:
1)
Baligh
2)
Berakal
3)
Bukan pemboros
4)
Tidak dipaksa
5)
Barang yang dipinjamkan itu milik sendiri atau
menjadi tanggung jawab orang yang meminjamkannya.
b.
Adanya Musta’iir yaitu,
orang yang meminjam.
Syaratnya:
1)
Baligh
2)
Berakal
3)
Bukan pemboros
4)
Mampu berbuat kebaikan.
Oleh sebab itu, orang gila atau anak kecil tidak sah meminjam
5)
Mampu menjaga barang yang
dipinjamnya dengan baik agar tidak rusak.
6)
Hanya mengambil manfaat dari barang dari
barang yang dipinjam
c.
Adanya Musta’aar yaitu, barang yang akan dipinjam.
Syaratnya:
1)
Barang yang akan dipinjam
benar-benar miliknya,
2)
Ada manfaatnya
3)
Barang itu kekal (tidak
habis setelah diambil manfaatnya). Oleh karena itu, maka yang setelah
dimanfaatkan menjadi habis atau berkurang zatnya tidak sah dipinjamkan.
d.
Dengan perjanjian waktu
untuk mengembalikan.
Ada pendapat lain bahwa waktu tidak menjadi syarat
perjanjian dalam pinjam meminjam, sebab pada hakikatnya pinjam meminjam adalah
tanggung jawab bersama dan saling percaya, sehingga apabila terjadi suatu
kerusakan atau keadaan yang harus mengeluarkan biaya menjadi tanggung jawab
peminjam. Hadis Nabi Saw Artinya: “Pinjaman itu wajib
dikembalikan dan orang-orang yang menanggung sesuatu harus membayar.” (HR. Abu
Daud dan Turmudzi)
e.
Adanya lafaz ijab dan
kabul, yaitu ucapan rela dan suka atas barang yang dipinjam.
1)
Lafaz ijab dan kabul dapat
dimengerti oleh kedua belah pihak
2)
Lafaz ijab dilanjutkan
dengan kabul
Pinjam-meminjam
berakhir apabila barang yang dipinjam telah diambil manfaatnya dan harus segera
dikembalikan kepada yang memilikinya. Pinjam-meminjam juga berakhir apabila
salah satu dari kedua pihak meninggal dunia atau gila. Barang yang dipinjam
dapat diminta kembali sewaktu-waktu, karena pinjam-meinjam bukan merupakan perjanjian
yang tetap. Jika terjadi perselisihan pendapat antara yang meminjamkan dan yang
meminjam barang tentang barang itu sudah dikembalikan atau belum, maka yang
dibenarkan adalah yang meminjam dikuatkan dengan sumpah. Hal ini didasarkan
pada hukum asalnya, yaitu belum dikembalikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar